PMII Mamuju Dukung Pencabutan Izin Tambang Bermasalah, Ingatkan Gubernur Sulbar Soal Dampak Sosial dan Lingkungan

Ketua PMII Cabang Mamuju, Refly Sakti Sanjaya saat melakukan sambutan di acara silaturahmi kader dan alumni PMII.

ANALYSIS.CO.ID, Mamuju – Ketua Umum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Mamuju, Refly Sakti Sanjaya menyatakan dukungan penuh terhadap langkah tegas Gubernur Sulawesi Barat (Sulbar) yang berencana mencabut izin perusahaan tambang pasir yang dinilai melanggar regulasi.

Kendati demikian, Refli mengingatkan agar pertimbangan Gubernur tidak hanya terpaku pada aspek administratif semata.

“Kami mendukung penuh sikap tegas Bapak Gubernur yang ingin menertibkan perusahaan tambang yang tidak patuh aturan,” ujar Refly dalam keterangan persnya, Sabtu (10/05/2025).

“Namun, kami juga berharap Bapak Gubernur tidak hanya melihat dari kacamata aturan. Nasib masyarakat, potensi konflik sosial, hilangnya mata pencaharian rakyat, serta ancaman kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas pertambangan juga harus menjadi prioritas utama jika Bapak Gubernur benar-benar berpihak pada rakyat.”

Sorotan Refly atau biasa disapa Onet ini muncul di tengah maraknya investasi pertambangan di Sulbar. Berdasarkan data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sulbar per Februari 2025, tercatat sebanyak 139 Izin Usaha Pertambangan (IUP) komoditas batuan beroperasi di provinsi tersebut.

Menyikapi hal ini, Onet mendesak Gubernur Sulbar untuk melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh IUP, baik yang berstatus Operasi Produksi (OP) maupun Eksplorasi.

Audit ini kata dia, bertujuan untuk memastikan kepatuhan perusahaan terhadap berbagai peraturan yang berlaku.

“Audit perizinan ini penting untuk memastikan semua perusahaan tambang telah menjalankan kewajibannya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, terutama terkait penyusunan Kajian Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL),” tegasnya.

Selain itu, ia juga menekankan pentingnya kepatuhan terhadap peraturan tata ruang daerah, yaitu Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Sulbar, Perda Nomor 6 Tahun 2017 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Sulbar.

Menurutnya peraturan tersebut, masih berlaku meskipun saat ini sedang dalam proses revisi.

Lebih lanjut, ia mengingatkan pemerintah daerah untuk menjadikan fenomena aksi massa penolakan tambang oleh masyarakat yang semakin meluas sebagai pelajaran berharga.

“Aksi-aksi penolakan tambang yang semakin hari semakin besar seharusnya menjadi alarm bagi semua pihak, terutama pemerintah, untuk lebih serius mendengarkan aspirasi masyarakat dan bertindak secara adil,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
Tutup

https://www.analysis.co.id