Wagub JSM Turun Tangan Sikapi Sengketa Agraria Puluhan Tahun di Pasangkayu

Wagub JSM sambutan di pertemuan penting di Dusun Lembah Harapan, Desa Jengeng Raya, Kecamatan Tikke Raya, Pasangkayu.

ANALYSIS.CO.ID, Mamuju – Wakil Gubernur Sulawesi Barat (Sulbar),Salim S. Mengga, menunjukkan keseriusannya dalam menanggapi sengkarut agraria yang melibatkan warga dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Pasangkayu. Selasa (13/05/2025).

Ia menggelar pertemuan penting di Dusun Lembah Harapan, Desa Jengeng Raya, Kecamatan Tikke Raya, Pasangkayu, untuk mencari solusi atas konflik yang telah berlangsung puluhan tahun ini.

Pertemuan tersebut dihadiri oleh sejumlah pihak terkait, termasuk Bupati Pasangkayu Yaumil Ambo Djiwa, Kepala Kantor Wilayah ATR/BPN Sulawesi Barat, Kepala ATR/BPN Pasangkayu, perwakilan Dinas Perkebunan dan Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Barat, Kepala Inspektorat Sulbar, Komandan Kodim 1427 Pasangkayu, Wakapolres Pasangkayu, Kepala Desa Jengeng Raya, Kepala Desa Lariang, serta tokoh-tokoh masyarakat setempat.

Di hadapan warga dan para pemangku kepentingan, Salim S. Mengga menegaskan bahwa kedatangannya bukan untuk mencari kambing hitam, melainkan untuk mengurai benang kusut permasalahan agraria yang telah lama membelit masyarakat Pasangkayu.

“Saya perintahkan kepada pihak perkebunan, kehutanan, BPN, dan biro hukum untuk mengkaji masalah ini secara komprehensif. Cari solusinya, dan kita akan bertindak. Saya tidak ingin mendengar alasan bahwa masalah ini sulit diselesaikan. Harus bisa!” seru Salim dengan nada tegas.

Lebih lanjut, Wagub Sulbar itu menyatakan tidak akan gentar menghadapi siapapun yang berada di balik perusahaan perkebunan tersebut.

“Silakan perusahaan bekerja, tetapi masyarakat juga harus hidup tentram. Siapapun di Jakarta, akan saya datangi jika masalah ini berlarut-larut. Sengketa ini harus diselesaikan. Itulah tugas pemerintah. Saya meminta semua pihak bersabar dan tidak mudah diadu domba. Negara ini adalah negara hukum, dan tidak boleh ada pihak yang bertindak semena-mena,” imbuhnya.

Kendati demikian, Salim juga meminta warga untuk tidak menaruh prasangka buruk terhadap pengusaha perkebunan selama mereka beroperasi sesuai dengan aturan yang berlaku.

“Kecuali jika mereka merusak, maka izinnya akan kita evaluasi,” tegasnya.

Ia juga mewanti-wanti para pejabat daerah untuk tidak bermain mata dengan perusahaan.

“Jangan sampai menerima sesuatu lalu menjadi gelap mata,” pesannya.

Bupati Pasangkayu, Yaumil Ambo Djiwa, dalam kesempatan yang sama menyampaikan bahwa sengketa lahan ini telah menjadi persoalan laten di wilayahnya.

Ia berharap kunci penyelesaian berada di tangan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Barat sebagai representasi pemerintah pusat di daerah.

“Yang perlu diketuk adalah para pimpinan perusahaan di Jakarta. Pimpinan di daerah tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan. Saya berharap masalah ini dapat diselesaikan dengan melibatkan direksi PT Astra di Jakarta serta masyarakat,” ujar Yaumil.

Sementara itu, tokoh masyarakat Pasangkayu, Yani Pepy, memberikan gambaran lebih detail mengenai akar permasalahan agraria di wilayah tersebut.

Ia mengungkapkan bahwa hampir seluruh perusahaan sawit yang beroperasi di Pasangkayu diduga melampaui batas izin Hak Guna Usaha (HGU) yang diberikan.

Akibatnya, terjadi tumpang tindih antara sertifikat hak milik warga dengan HGU perusahaan, mencapai 1.372 bidang sertifikat yang tersebar di berbagai wilayah Pasangkayu.

“Lebih mengherankan lagi, pemerintah Sulawesi Tengah melalui kantor pertanahan justru menerbitkan HGU atas nama PT Lestari Tani Teladan, padahal objek tanahnya berada di wilayah Pasangkayu, Sulawesi Barat,” ungkap Yani.

Ia juga menyoroti banyaknya aset pemerintah yang tumpang tindih dengan HGU perusahaan, seperti Polsek Jengeng Raya, Jalan Trans Sulawesi, sekolah, fasilitas kesehatan, bahkan 90 persen wilayah Desa Pakawa justru masuk dalam HGU PT Pasangkayu. “Belum lagi tumpang tindih HGU dengan kawasan hutan lindung yang melibatkan PT Pasangkayu dan PT Letawa,” lanjutnya.

Yani juga mencontohkan Dusun Kalindu di Desa Lariang yang masuk dalam kawasan hutan lindung.

“Saya bisa pastikan bahwa kampung itu sudah ada jauh sebelum undang-undang kehutanan diterbitkan. Saya memiliki bukti dokumen almarhum ayah saya, Pepi Adriani, yang menunjukkan keberadaan kampung itu jauh lebih dulu,” tegasnya.

Terkait dugaan perambahan atau penanaman di luar izin HGU, Yani menjelaskan bahwa perusahaan diduga membuka lahan secara besar-besaran tanpa memiliki izin yang sah di awal.

“Seharusnya izin diterbitkan terlebih dahulu, baru perusahaan bisa beraktivitas dan membuka lahan. Namun, yang terjadi, lahan dibuka duluan untuk modal usaha, baru kemudian mereka mengurus izin yang ternyata luasnya lebih kecil dari lahan yang sudah ditanami,” jelas mantan anggota DPRD Pasangkayu itu.

Yani menduga penyebab tumpang tindih antara hutan lindung dan HGU adalah tindakan perusahaan yang diduga menurunkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk melakukan pengukuran tanpa melalui proses pelepasan kawasan hutan terlebih dahulu.

Akibatnya, gambar ukur BPN terbit lebih dulu (1994) dibandingkan dengan pelepasan kawasan hutan (1996).

“Ada prosedur yang salah dalam penerbitan HGU. Seharusnya pelepasan kawasan hutan dilakukan terlebih dahulu, baru BPN turun mengukur,” katanya.

Mengenai sengketa agraria antara masyarakat dan HGU, Yani berpendapat hal ini disebabkan oleh ketidakjelasan batas HGU perusahaan.

Masyarakat kemudian memanfaatkan lahan yang terlihat kosong dan menguasainya tanpa adanya keberatan dari pihak perusahaan pada awalnya.

“Kesimpulan saya, perusahaan menelantarkan lahan yang diberikan untuk berusaha. Bukti penelantarannya adalah keberadaan masyarakat, bangunan pemerintah, dan sertifikat masyarakat di atas HGU,” tegas Yani.

Ia menduga masalah ini semakin mencuat setelah adanya peta digitalisasi pada tahun 2017, yang menyebabkan peralihan dari peta manual ke peta digital. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
Tutup

https://www.analysis.co.id